Danau
Sicike-Cikeh dan Air Terjun Sicike-Cikeh berada di Kawasan Taman Wisata Alam
Sicike-Cikeh Kabupaten Dairi yang beribukotakan Sidikalang. Pesona TWA
Sicike-Cikeh telah menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berminat mengunjungi
tempat wisata di Kabupaten Dairi. Satu dari sekian banyak program dari Traveling Medan Comm adalah mengunjungi TWA Sicike-Cikeh, Namun sebelumnya akan lebih baik bila anda mengetahui tentang surga kecil di Sumatera Utara ini:
Sejarah
Sicike-Cikeh
Sicike-cike dulunya adalah sebuah Kuta (perkampungan) yang dihuni masyarakat sekitar 6-8 kepala
rumah tangga, dipimpin oleh seorang Raja kaya raya yang bermama "Raja
Naga Jambe". Sang Raja memiliki dua istri dan memiliki
keturunan sebanyak 7 orang dari kedua interinya.
Menurut cerita, suatu
ketika sang Raja sedang menanam padi bersama masyarakat lainnya di area
perkebunan sang Raja. Sebagai seorang Raja, tentunya masyarakat lainnya pun
turut serta membantu, Hal tersebut sudah menjadi tradisi/budaya bagi
masyarakat untuk saling membantu (urup-urup). Akan tetap,
isteri kedua dari sang Raja Bru Saraan sudah tua dan sudah tidak mampu lagi
untuk berjalan, sehingga Bru Saraan pun tinggal dirumah.
Karena Bru Saraan sudah
tua dan tidak bisa berbuat banyak, Bru Saraan-pun kelaparan karna tidak ada
makanan yang ditinggalkan keluarga Raja dirumah. Entah lupa atau karna
sibuk menanam padi, keluarga dan masyarakat pun lupa untuk mengantar makanan
(nasi) kepada Bru Saraan yang tinggal di rumah (kampung). Ketika itu Bru
Saraan-pun berharap agar ada yang mengantarkan makanan dari ladang untuknya.
Namun, dari siang sampai "Goling Ari" (matahari terbenam),tak ada
satu pun yang ingat padanya.
Hingga akhirnya Bru
Saraan merasa sedih yang sangat luar biasa karna tidak ada satupun yang
memperdulikannya. Sambil meratapi nasipnya, Bru Saraan menangis sambil
mengelus-elus kucing, dan tangis milangi. Dalam tangisannya menurut cerita, Bru
Saraan menangis dan mengadu kepada sang Pencipta tentang perbuatan yang
dilakukan oleh keluarganya kepadanya.
Beberapa saat kemudian
setelah bru Saraan menangis sambil mengelus-elus kucingnya, cuaca yang tadinya
Cerah, tiba-tiba mendung dan hujan lebat pun turun, serta angin topan yang
sangat kencang. Sehingga, saat itulah Sicike-Cikeh yang
tadinya sebuah perkampungan, akhirnya tenggelam akibat derasnya hujan dan
berubah menjadi sebuah danau, yang saat ini dikenal dengan nama Danau Sicike-cike. Cerita tersebut
merupakan Menurut: R.U.S. Udjung.
Cerita lain menyebutkan (mpung arnia), terjadinya Danau Sicike-Cike memang karna sumpah (kutukan) Bru Saraan. Ceritanya, ketika mardang (menanam padi) di ladang, Sang Rajan menyuruh pembantunya untuk mengantarkan nasi/makan siang kepada Bru Saraan yang tinggal dirumah (kampung) dan lengkap dengan lauk pauknya. Ketika dalam perjalanan menuju rumah raja, pembantu raja membuka bungkusan makanan tersebut, lalu memakannya. Nasi yang tadinya dibungkus dengan baik serta lengkap dengan lauk-pauknya, lalu si pembantu raja tersebut memberikan sisa makanannya (tulang-tulang ikan) kepada Bru Saraan, sehingga Bru Saraan-pun kaget dan marah yang luar biasa karan diberikan makanan sisa-sisa.
Bru Saraan beranggapan bahwa nasi/makan siang yang dibawa pembantu raja tadi dibuat oleh Raja (keluarganya). Bru Saraan tidak tau kalau tulang-tulang ikan yang diberikan pembantu raja adalah sisa makanannya (sisa makanan pembantu raja). Saat itu pula, Bru Saraan menangis meratapi nasipnya dan mengadu pada sang pencipta sambil mengkodeng-kodeng (memangku) kucingnya. Lalu hujan pun turun deras serta angin topan yang sangat kencang, sehingga Kampung Siciki-cike pun tenggelam dan manjadi Pea (danau), yang saat ini dikenal dengan nama Danau Sicike-cike.
Bagi bapak/ibu pembaca khususnya yang mengetahui legenda Pea Sicike-cike, mohon saran dan kritikan tentang cerita terjadinya Danau Sicike-cike yang kami tuturkan diatas. Apakah cerita yang kami tulis diatas benar, atau tidak, kami memohon bapak/ibu untuk memberikan masukan pada kolom komentar dibawah ini. Hal ini kami maksud agar cerita mengenai terjadinya Danau Sicike-cike dapat diketahui secara pasti, dan tidak simpang siur, sekaligus untuk menjaga dan melestarikan budaya Pakpak. Njuah-njuah,, Lias ate.
Cerita lain menyebutkan (mpung arnia), terjadinya Danau Sicike-Cike memang karna sumpah (kutukan) Bru Saraan. Ceritanya, ketika mardang (menanam padi) di ladang, Sang Rajan menyuruh pembantunya untuk mengantarkan nasi/makan siang kepada Bru Saraan yang tinggal dirumah (kampung) dan lengkap dengan lauk pauknya. Ketika dalam perjalanan menuju rumah raja, pembantu raja membuka bungkusan makanan tersebut, lalu memakannya. Nasi yang tadinya dibungkus dengan baik serta lengkap dengan lauk-pauknya, lalu si pembantu raja tersebut memberikan sisa makanannya (tulang-tulang ikan) kepada Bru Saraan, sehingga Bru Saraan-pun kaget dan marah yang luar biasa karan diberikan makanan sisa-sisa.
Bru Saraan beranggapan bahwa nasi/makan siang yang dibawa pembantu raja tadi dibuat oleh Raja (keluarganya). Bru Saraan tidak tau kalau tulang-tulang ikan yang diberikan pembantu raja adalah sisa makanannya (sisa makanan pembantu raja). Saat itu pula, Bru Saraan menangis meratapi nasipnya dan mengadu pada sang pencipta sambil mengkodeng-kodeng (memangku) kucingnya. Lalu hujan pun turun deras serta angin topan yang sangat kencang, sehingga Kampung Siciki-cike pun tenggelam dan manjadi Pea (danau), yang saat ini dikenal dengan nama Danau Sicike-cike.
Bagi bapak/ibu pembaca khususnya yang mengetahui legenda Pea Sicike-cike, mohon saran dan kritikan tentang cerita terjadinya Danau Sicike-cike yang kami tuturkan diatas. Apakah cerita yang kami tulis diatas benar, atau tidak, kami memohon bapak/ibu untuk memberikan masukan pada kolom komentar dibawah ini. Hal ini kami maksud agar cerita mengenai terjadinya Danau Sicike-cike dapat diketahui secara pasti, dan tidak simpang siur, sekaligus untuk menjaga dan melestarikan budaya Pakpak. Njuah-njuah,, Lias ate.
Kutipan Media
Terkait Sicike-Cikeh
Siapa yang menyangka, selain Danau Toba dan
Brastagi yang selalu dielu-elukan sebagai pusat pariwisata di kawasan Sumatera
Utara (Sumut), kawasan ini ternyata memiliki banyak lokasi wisata lain. Hal itu
diungkapkan Evansus Manalu, selaku staf sub bagian data evaluasi dan pelaporan
serta humas Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumut, Selasa (2/10) di
Medan.
Ia mengatakan,
adalah taman wisata alam Sicike-cike, yang secara administratif kawasan ini
terletak di Dusun Pancur Nauli Desa Lae Hole II Kecamatan Parbuluan Kabupaten
Dairi, yang tak kalah bersaing dengan kawasan wisata lainnya.
"Secara
administratif pemangkuan, kawasan Sicike-cike ini sebenarnya termasuk ke dalam
wilayah seksi konservasi wilayah I berkedudukan di Sidikalang, Balai Besar KSDA
Sumut," ujarnya.
Namun katanya, tempatnya yang terpencil yaitu sebelah utara dan selatan berbatasan dengan hutan lindung Adian Tinjoan, sebelah timur berbatasan dengan Desal Lae Hole II Pancur Nauli dan sebelah barat berbatasan dengan hutan Adian Tinjoan Kecamatan Kerajaan, membuat banyak pihak awalnya beranggapan kawasan taman wisata ini masuk dalam wilayah konservasi.
Bagi masyarakat yang berminat mengunjungin lokasi wisata ini, dirinya mengatakan dari Medan dapat ditempuh melalui jalan darat 170 km dengan waktu tempuh sekitar 3,5 jam, dengan rute Medan-Brastagi-Bangun-Pancur Nauli-dan sampailah di Sicike-cike.
"Pada awalnya status kawasan ini berdasarkan peta kawasan hutan provinsi daerah tingkat I Sumut sebagai lampiran dari SK Menteri Pertanian, ditunjuk sebagai hutan produksi terbatas. Barulah kemudian pada tahun 1989 ditetapkan perubahan fungsi hutan produksi terbatas danau Sicike-cike seluas 575 Ha menjadi hutan wisata. Itu cerita yang benar," ungkapnya.
Ketika tim berkunjung ke lokasi pada Minggu, 30 September 2012 lalu, Evansus menjelaskan potensi di kawasan ini dari sektor flora cukup baik. Tumbuhan asli yang terdapat di sana antara lain jenis Sampinur Tali, Sampinur Bunga, Haundolog dan Kemenyan. Selain itu ada pula jenis anggrek hutan, kantung semar, gagatan harimau, rotan dan pakis.
Namun katanya, tempatnya yang terpencil yaitu sebelah utara dan selatan berbatasan dengan hutan lindung Adian Tinjoan, sebelah timur berbatasan dengan Desal Lae Hole II Pancur Nauli dan sebelah barat berbatasan dengan hutan Adian Tinjoan Kecamatan Kerajaan, membuat banyak pihak awalnya beranggapan kawasan taman wisata ini masuk dalam wilayah konservasi.
Bagi masyarakat yang berminat mengunjungin lokasi wisata ini, dirinya mengatakan dari Medan dapat ditempuh melalui jalan darat 170 km dengan waktu tempuh sekitar 3,5 jam, dengan rute Medan-Brastagi-Bangun-Pancur Nauli-dan sampailah di Sicike-cike.
"Pada awalnya status kawasan ini berdasarkan peta kawasan hutan provinsi daerah tingkat I Sumut sebagai lampiran dari SK Menteri Pertanian, ditunjuk sebagai hutan produksi terbatas. Barulah kemudian pada tahun 1989 ditetapkan perubahan fungsi hutan produksi terbatas danau Sicike-cike seluas 575 Ha menjadi hutan wisata. Itu cerita yang benar," ungkapnya.
Ketika tim berkunjung ke lokasi pada Minggu, 30 September 2012 lalu, Evansus menjelaskan potensi di kawasan ini dari sektor flora cukup baik. Tumbuhan asli yang terdapat di sana antara lain jenis Sampinur Tali, Sampinur Bunga, Haundolog dan Kemenyan. Selain itu ada pula jenis anggrek hutan, kantung semar, gagatan harimau, rotan dan pakis.
Untuk potensi
fauna, beberapa binatang asli Sumut seperti Siamang, musang, itik liar, burung
enggang, sangat banyak dijumpai, bersamaan dengan jenis-jenis fauna layaknya
serangga dan kupu-kupu berbagai motif dan jenis.
"Sementara dalam hal wisata, sungai Lae Pandaro dengan kapasitas air yang cokelat serta udara sejuk adalah sambutan pertama saat mencapai pintu masuk kawasan ini. Sementara dalam hal keunikan, adanya tiga buah danau yang airnya tidak pernah bertambah dan berkurang meski musim kemarau dan penghujan," ungkapnya.
Melihat
komplitnya potensi dan keunikan yang dimilikinya, maka sangat dimungkinkan
dilakukan pengembangan. Beberapa peneliti baik dari kalangan perguruan tinggi
dan peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta peneliti
individu sudah berulangkali melakukan riset dikawasan ini. Selain itu, kawasan ini dapat
pula dikembangkan sebagai pusat pembelajara konservasi alam. Ia memberikan
pilihan di mana, duninia pendidikan di Sumut menggunakan dan memanfaatkan
potensi yang ada di dalam kawasan tersebut sebagai laboraturium alam.
"Masing
banyak lagi sebenarnya manfaat lain dari keberadaan kawasan ini yang dapat
difungsikan bagi berbagai kalangan. Kami melihat dari observasi yang kami
lakukan, tidak menutup kemungkinan kawasan Sicike-cike terdapat tanaman
pengobatan alternatif," ungkapnya.
Kawasan konservasi
hutan Si Cike-Cikeh berada di Kabupaten Dairi. Eksotisme hutan alami dimana
terdapat 3 buah danau, air terjun, pohon berusia ratusan tahun, surga flora dan
fauna. Travel to Sicike-Cikeh dari Traveling Medan Comm ala backpacker bersama
dengan PariwisataSUMUT.net merupakan program open trip untuk menikmati
keindahan dan pesona alam tersebut. Bersiaplah menyaksikan surga kecil di
Dairi, Sumatera Utara
Harga:
IDR: 200.000,-
Itenary
Hari Pertama
Berangkat dari Kota Medan
pada pukul 08.00 dari meeting point yang sudah ditetapkan. Perjalanan
membutuhkan waktu sekitar 5 jam menuju lokasi. Sesampainya di lokasi adalah
melakukan jelajah lintas alam Kawasan Hutan Konservasi Sicike-Cikeh.
Mengunjungi Danau Sicike-Cikeh dan kemudian dilanjutkan dengan acara Camping
Ground seraya makan malam ala barbeque.
Hari Kedua
Setelah sarapan pagi,
berkeliling menikmati keindahan Air Terjun Sicike-Cikeh dan menelusuri
pohon-pohon yang ditaksir berusia ratusan tahun, kantung semar, angrek hutan,
dan bila beruntung flora langka Bunga Raflesia Arnoldi.
Kontribusi
Paket Termasuk:
Pemandu wisata
berbahasa Indonesia/Inggris
Meal selama perjalanan
wisata 3 kali (malam, pagi dan siang)
Retribusi
Perizinan
Tenda
Soft foto dokumentasi*
Kontribusi
Paket Tidak Termasuk
Transportasi**
Dokumentasi pribadi
Asuransi perjalanan
Biaya diluar program
paket wisata
Catatan
Program
-
Soft photo dokumentasi diberikan 2
minggu setelah trip selesai
- Transportasi bisa disediakan oleh
panitia dengan catatan biaya trip ditambah dan minimal peserta 6 orang